Monday, January 3, 2011

Cerita Seorang Abid Dengan Iblis

Contoh lainnya tentang amal yang tidak ikhlas, yang berdasar ria, dihuraikan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya “Ihya’ ‘Ulumuddin” satu cerita yang terjadi di zaman Bani Israil. Walaupun cerita itu mungkin lebih banyak bersifat fiktif, tapi daripadanya dapat diambil ‘itibar tentang pengaruh ikhlas dan/atau ria dalam sesuatu pekerjaan. Cerita itu kita ringkaskan sebagai berikut:

Adapun Abid (ahli ibadah) adalah seorang yang amat tekun beribadah. Sebahagian besar hidupnya dipergunakannya untuk berbakti kepada Tuhan.

Pada suatu hari dilaporkan orang kepadanya, bahawa orang-orang sekampungnya menyembah sepohon kayu besar. Rakyat datang berduyun-duyun ke tempat itu untuk menyembah pohon tersebut.

Dengan marah yang meluap-luap, Abid itu bertekad akan pergi ke tempat tersebut dengan maksud memotong pohon kayu yang dijadikan “keramat” itu. Di tengah jalan, Abid bertemu dengan iblis yang menjelma dalam bentuk seorang laki-laki tua.

Iblis bertanya kepada Abid: “Hendak ke manakah engkau membawa kapak itu?” “Saya hendak pergi ke sana ” sahut Abid sambil menunjuk tempat yang akan ditujunya itu. “Di sana ada sepohon kayu besar yang disembah oleh orang-orang di kampung itu. Saya bermaksud menebang pohon kayu itu. “

“Untuk apakah engKau bersusah-payah menebang pohon itu, sampai-sampai engkau meninggalkan amalanmu yang tekun beribadat kepada Tuhan” sahut iblis.

Abid itu tidak menghiraukan nasihat iblis tersebut. la meneruskan perjalanannya dengan tekad yang bulat dan ikhlas untuk menebang pohon kayu besar yang menyesatkan manusia itu.

Kerana iblis berusaha juga mencegahnya, maka akhirnya terjadilah perkelahian Abid dengan iblis. Dalam pergumulan itu, Abid membanting iblis sehingga terpelanting jatuh ke tanah. Iblis kalah dalam perkelahian tersebut.

Kemudian iblis memujuk Abid itu dengan mengatakan, bahawa ia akan menunjukkan kepada Abid tersebut satu pekerjaan yang lebih bermenfaat dan menguntungkan. Iblis berkata:

“Tuhan tidak mewajibkan kepadamu untuk menebang kayu itu dan tidak pula diwajibkan kepadamu untuk mencegah orang lain menyembah pohon. Hal itu adalah kewajipan dan tugas para Nabi dan Rasul, sedang engkau tidak masuk golongan itu.”

Meskipun demikian, Abid tersebut tetap bertekad meneruskan perjalanannya untuk menebang pohon kayu itu. Kerana keduanya sama-sama keras, maka akhimya terjadilah lagi perkelahian antara Abid dengan iblis. Dalam perkelahian babak kedua ini, iblis tetap di pihak yang kalah.

Iblis kemudian memujuk Abid dengan rayuan-rayuan: “Sekarang, saya akan berikan kepadamu keuntungan yang terus-menerus. Engkau adalah seorang yang miskin, tidak berharta, sebab setiap hari waktumu senantiasa habis untuk beribadah, sehingga tidak ada kesempatan untuk mencari wang. Oleh sebab itu, saya berikan kepadamu dua dinar tiap-tiap hari. Satu dinar boleh engkau pergunakan untuk keperluan nafkahmu sendiri; satu dinar lagi boleh engkau sedekahkan untuk kaum fakir-miskin dan melarat. Tiap-tiap pagi, wang yang dua dinar itu akan saya letakkan di bawah bantalmu.”

Rupanya tipu-daya iblis itu dapat mempengaruhi Abid tersebut. Dikerumuninya niatnya yang tadinya ikhlas untuk menebang pohon kayu itu. Di hadapan matanya sudah terbayang dua dinar yang akan diterimanya tiap-tiap pagi. Dia beredar pulang kembali ke tempatnya untuk menjalankan ibadat seperti biasa.

Pada hari yang pertama, di bawah bantalnya ditemuinya dua dinar .Hari yang kedua demikian pula. la sudah merasa lega sebab dapat memperoleh wang tanpa mengeluarkan peluh.

Pada hari yang ketiga, diperiksanya kembali di bawah bantalnya. Tapi, ia merasa kecewa, sebab wang yang dua dinar itu tidak ditemuinya lagi, seperti yang sudah dijanjikan oleh iblis.

Dengan perasaan jangkal dan marah, Abid tersebut berangkat kembali dengan tujuan untuk menebang pohon kayu yang sudah dipasangkan menjadi niat pertama kali. Dia marah kepada iblis yang tidak memenuhi janjinya itu.

Di tengah jalan, ia bertemu kembali dengan iblis, yang juga menjelma sebagai seorang laki-laki tua seperti pada bentuk yang pertama kali. Terjadilah pertengkaran mulut antara keduanya, yang diakhiri dengan perkeiahian yang serupa. Berbeza dengan perkelahian pada babak pertama, dalam perkelahian ini Abid terpelanting dan mengalami kekalahan. Kerana Abid tersebut sudah berada di pihak yang kalah, akhimya iblis mengancam: “Kalau engkau akan meneruskan juga niatmu , menebang pohon kayu itu, maka akan saya habisi jiwamu pada saat ini juga. “

Dalam pembicaraan-pembicaraan selanjutnya, timbullah dialog antara keduanya. Abid bertanya.kepada iblis:

“Kenapakah ketika terjadi perkelahian yang pertama , dan kedua engkau dapat saya kalahkah; sedangkan pada perkelahian yang ketiga ini engkau berada di pihak yang menang?”

Iblis menjawab: “Tidak hairan apabila pada perkelahian kita yang pertama dan kedua itu, engkau berada di pihak yang menang. Sebab waktu itu niatmu untuk menebang pohon kayu itu didasarkan kepada keikhlasan, yaitu supaya orang banyak jangan tersesat menyembah pohon.

Adapun dalam perkelahian yang ketiga engkau kalah, niatmu untuk pergi menebang pohon itu kembali bukan didasarkan kepada keikhlasan, tapi ialah kerana kepentingan hawa-nafsumu. Sebab motifnya pada saat itu ialah kerana engkau tidak menemui wang dua dinar setiap hari yang saya janjikan itu. Kerana niat yang tidak suci itulah maka engkau tak dapat mengalahkan saya “

Sekali lagi, walaupun cerita di atas ini tldak disebutkan sumber Hadisnya oleh Imam Ghazali, tapi jalan ceritanya mengandungi pelajaran yang berkesan.